15 Februari 2010

<[pendam Aku Cinta]>

Aku tembangkan suka citanya hatiku...
Pada perdu-perdu yang terlewati di sepanjang jalan,
pada lintas lalang mata memandang.

Aku titipkan laksa doa indah...
Pada putaran waktu yang terus berlalu,
Pada arsiran mega-mega kelam ku sematkan,
Aku bahagia dalam peluh jatuh cinta.

Jangan cepat berlalu...
Ku berharap tiap menit kan terasa bahagia seperti ini,
Tak sisakan siksa merindu dan asa bersua lagi,
Hingga tak kudapati penantian panjang.

Jangan pergi...
Peluk aku dalam damaimu.
Rengkuh aku dengan laburan tentram,
Dekap erat aku dari hati atas hati.

Abadikan rasa ini...
Jatuh cintakan aku disetiap yang kau jejaki,
Selimutiku dengan rasa nyaman cengkramamu,
Hingga tak ada hari esok yang menyedihkan.

Biar pendam aku...
Cintai ku dengan cinta yang tak ada habisnya,
Tanpa pernah bosan dan jemu pun terelakan slalu,
Di cintamu yang tetap cinta untukku.

<[Menguak Sisi kerapatan Hati]>

Ku tunjuk satu kenyataan masa lalu tuk ku ingat lagi...
Berharap ada sisa bahagia yang bisa kuperbaiki buat masa kini,
Hingga aku tiada lelah memahaminya,
Sampai ku bisa menyadari itu adalah yang terbaik.

Terlalu rapatkah hatiku menggenggam cerita masa itu?..
Terlalu rapatkah hingga tak seorangpun ku perbolehkan mengetahuinya?..
Terlalu takutkah aku bila nanti itu hanya kan jadi hal yang menyedihkan?..
Terlalu cemaskah jika cerita itu menjadi kesalahfahaman berkepanjangan?..

Aku tetap menyayanginya...
Tanpa sedikitpun membedakan seberapa baik dirinya padaku,
Tanpa melihat seberapa banyak luka yang pernah di torehkan atas hatiku,
Tanpa melihat seburuk apa yang dia takutkan atas sikapku setelah perbuatannya.

Aku justru kini takut...
KEMBALI yang dia inginkan dianggap adalah jalan terbaik baginya,
Dengan alasan memperbaiki kesalahan dan rasa cinta nya masih untukku,
Berharap dia bisa melakukan apa saja yang aku inginkan semauku,
Dan takkan lagi mengkhianatiku.

Apa aku bisa melihatnya tetap putih seperti masa itu?...

Ya..Aku bisa melihatnya tetap putih seperti dulu,
Tetapi tak pernah terfikirkan olehku menerimanya kembali,
Sudah berulang kali ku beri kesempatan tetap saja dulu tak berubah,
Jika kini aku begini,maka maafkan bila tiada bisa ku terima.

Bukankah untuk waktu yang lama aku memberimu kesempatan?...
Aku bahkan pernah bersedia datang dan meminta nya kembali,
Agar sudi memperbaiki dan tak mengulangi hal yang sama,
Dan kenyataannya tetap diacuhkan.

Aku sudah lelah dengan kebaikan yang terus ku tawarkan dulu...
Meskipun pada saat yang sama aku harus kecewa dengan sikapnya,
Berulang-ulang kali tak lelah ku coba mengingatkan,
Toh aku tetap kalah..

Maafkan aku...
Jika di sisa waktu ku kini tak bisa ku penuhi,
Biar ku simpan sisa kenangan itu di kerapatan hatiku,
tetaplah ceria dan dapatilah bahagia..
Selalu..
Semoga..

<[Bila Cemburu Melarut]>

Tak cukup rasanya setiap alasan diungkap...
Seperti ada guliran bola api yang terus menggelinding dan kian membesar,
Rindu jadi terasa hambar pun sia-sia,
Meski tak berdaya hati tetap masih mencinta.

Cemburu memang seperti api...
Ia mampu membakar kebenaran apapun serasa tetap saja dinilai salah,
Ia seperti tak mau memberi ruang penjelasan untuk diterima,
Hingga ia reda lebih dulu dan lebur kembali bersama rasa sayang.

Tetapi cemburu bisa menjadi tolak ukur perasaan...
Sejauh mana kepedulian didapat dan sejauh mana perhatian dicurahkan,
Maka cemburu seperti barometer rasa kasih sayang,
Selama tiada buta untuk melihat kebenaran.

Dan bila cemburu melarut...
Lebih baik tanamkan dalam diri jauh sebelumnya,
Tuk bisa mengendalikan rasukannya dengan selalu memperkuat rasa percaya,
membuka diri untuk lebih bisa mengendalikan emosi,
Semoga...

Archives